penyebab kekalahan rakyat makasar dari voc
Sejarah
IntanSholeha
Pertanyaan
penyebab kekalahan rakyat makasar dari voc
1 Jawaban
-
1. Jawaban Nicoardians
Perlawanan Makassar terhadap VOC.
Kesultanan Makassar merupakan daerah transito perdagangan rempah2 di antara jalur internasional Malaka-Maluku. Di Sombaopu (ibukota Kesultanan Makassar) terdapat kantor dagang Inggris, Portugis, Denmark dan Gujarat. Para pedagang asing itu membeli rempah2 dari Makassar dan menjualnya ke pasaran Eropa. Berkat letak dan kondisi strategis tersebut, Makassar tempil sebagai Kerajaan dagang yang ramai mendampingi kemajuan Aceh, Banten, Mataram, Ternate, dan Tidore.
Pada awal kedatangannya di Nusantara, VOC tidak begitu tertarik melakuakan dagang dengan daerah2 di sebelah timur Jawa, seperti Makassar. Namun, setelah mengetahui Makassar merupakan pelabuhan transit bagi kapal2 asing, maka VOC berhasrat mendatangi dan menguasai wilayah itu. VOC kemudian melayangkan surat dan tanda mata kepada Sultan Alauddin (1593-1639) pada tahun 1607 yang berisi ajakan kerja sama dalam bidang perdagangan. Sultan Makassar menyambut baik ajakan itu dengan syarat VOC hanya melakukan kegiatan dagang dan Makassar tidak ingin dijadikan tempat adu senjata bagi para pedagang asing.
Setelah tercapai hubungan dagang VOC-Makassar, selanjutnya VOC mengajukan beberapa permintaan yang kurang disenangi pihak Makassar. VOC meminta Makassar tidak lagi menjual beras kepada pihak Portugis dan mengajak Makassar untuk menyerang Banda yang menhajadi pusat pengumpulan rempah2 Maluku. VOC juga menuntu agar Makassar menutup bandarnya bagi kapal2 dagang asing dan memberi monopoli kepada VOC. Permintaan itu ditolak Sultan Alauddin walaupun resikonya harus bermusuhan dengan VOC.
VOC sangat membenci Sultan Alauddin dan pengganti-penggantinya, yaitu Sultan Muhammad Said (1639-1653) dan Sultan Hasanuddin (1653-1669) yang selalu memberi kesempatan kepada Inggris, Denmark, Portugis, dan Gujarat untuk berdagang dengan Makassar. Selain itu, para penguasa Makassar selalu melindungi kapal2 Maluku yang memasuki wilayah dagangnya. Kenyataannya itu telah mendorong VOC mengirim armada untuk memblokade Makassar di bawah pimpinan de Vlamingh van Outshoorn. Akhirnya, perang antara VOC dan Makassar tidak terhindarkan di tahun 1654-1655. Dengan bekal persenjataan yang beli dari Inggris, Denmark, dan Portugis, Makassar tenyata sulit untuk ditaklukkan. VOC pun terpaksa mengadakan perdamaian dengan Makassar.
Sebenarnya perjanjian yang di buat VOC hanya sebagai taktik untuk menghimpun kembali kekuatannya. Terbukti tatkala VOC dipimpin Gubernur Jenderal Maetsuijker (1653-1678), VOC kembali mengirim armada militer di bawah pimpinan Johan van Dam. Pertempuran diantara VOC dan Makassar kembali berkobar. Rakyat Makassar amat bersemangat mempertahankan kedaulatan wilayahnya. Dalam pertempuran itu, VOC memang sedikit memperoleh kemenangan, tetapi rakyat Makassar tetap menyalakan api perlawanan di bawah pimpinan Sultan Hasanuddin. Atas kegigihan dan keberanian memimpin perjuangan menentang VOC, Sultan Hasanuddin dijuluki Ayam Jantan dari Timur.
VOC menyadari akan kegigihan perjuangan rakyat Makassar. Oleh karena itu, VOC kemudian menempuh cara lain yang bisa dilakukannya, yaitu politik devide et impera. VOC mencium kabar bahwa Raja Bone, Arung Palaka menaruh dendam kepada Sultan Hasanuddin. Hal ini disebabkan Kerajaan Bone yang beraliansi dengan Kerajaan Sopeng pernah dikalahkan Makassar. Berita ini memberi peluang kepada VOC untuk melakukan adu domba kepada Arung Palaka dan Hasanuddin.
Pada 21 Desember 1666, perang pecah kembali. Kali ini VOC bersekutu dengan Arung Palaka. VOC mengirim bala tentara yang didukung 21 buah kapal perang di bawah pimpinan Cornelis Speelman. Benteng Sombaopu, Panakukang, dan Makassar ditembaki meriam VOC. Arena pertempuran pecah pula di perairan Buton. Pertempuran semakin hebat pada 7 Juli 1667. Peta kekuatan menjadi semakin tidak seimbang. Pasukan Hasanuddin harus melawan persekutuan VOC-Arung Palaka. Sedikit demi sedikit pasukan Hasanuddin terdesak hingga terpaksa ia menerima tawaran VOC untuk berdamai di Desa Bungaya pada 18 November 1667. Perjanjian Bungaya menetapkan keputusan sebanyak 30 pasal dan keputusan yang terpenting, yaitu sebagai berikut :
1. Makassar harus mengakui monopoli VOC
2. Wilayah Makassar diperkecil hingga tinggal Gowa
3. Makassar harus membayar seluruh biaya perang
4. Benteng-benteng Makassar harus dihancurkan
5. Hasanuddin harus mengakui Arung Palaka sebagai Raja Bone